A.
Kepemimpinan Transformasional
1.
Definisi Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass (1985), kepemimpinan
transformasional merupakan proses yang menghasilkan tingkat kinerja yang lebih
tinggi dalam organisasi. Pemimpin mampu menyelaraskan semua anggota pada visi
dan misi yang sama dan berorientasi ke masa depan, melihat masalah dari
perspektif baru dengan mendorong anggotanya untuk berfikir kreatif (Amelo,
2007). Secara ringkas Muharrem (1985), juga menjelaskan definisi kepeminpinan
transformasional Bass sebagai kemampuan untuk mengenali kebutuhan akan
perubahan, untuk menciptakan visi pada perubahan tersebut, dan untuk melakukan
perubahan secara efektif.
Kepemimpinan
transformasional mendorong bawahannya dan memberikan cara berfikir kritis yang
mempengaruhi komitmen karyawan (Avolio dan Bass, 1994 dalam Sabir et al. 2011).
2.
Kriteria Kepemimpinan Transformasional Bass
Menurut Bass (1985 dalam Ancok,
2012), ada empat hal yang menjadi ciri-ciri pemimpin transformasional, yakni: idealized
influence, intellectual stimulation, individual consideration, dan inspirational
motivation.
a.
Pengaruh yang diidealkan (idealized influence)
Idealized influence adalah sifat-sifat keteladanan (role model) yang
ditunjukkan kepada pengikut dan sifat-sifat yang dikagumi pengikut dari
pemimpinnya. Idealized influence pada dasarnya pemberian keteladanan
pada pengikut melalui perilaku dan ucapan. Dalam mempraktekkan aspek
keteladanan ini, seorang kyai pengasuh sebuah pondok pesantren akan memberikan
makna yang terkandung dalam visi pesantren secara menarik dan menggugah semua
santrinya untuk turut serta mewujudkan visi tersebut. Pengasuh pesantren juga
menyampaikan harapan yang tinggi kepada santrinya agar termotivasi untuk
berbuat lebih baik. Selain itu, pengasuh juga menunjukkan bahwa apa yang dia
lakukan bukan untuk kepentingan pribadi, maupun untuk kepentingan pesantren,
santri, dan masyarakat. Menghormati semua golongan, rendah hati, menjunjung
etika moral dalam bekerja dan mempraktekkan nilai-nilai sebuah pesantren secara
umum dengan tulus juga merupakan bentuk idealized influence seorang kyai
pengasuh pondok pesantren. Seorang kyai yang transformatif juga memiliki sikap
yang percaya diri dan keyakinan atas apa yang dikatakannya.
b.
Stimulasi intelektual (intellectual stimulation)
Dalam menunjukkan aspek intellectual
stimulation, pemimpin mengajak pengikutnya untuk selalu mempertanyakan
asumsi di balik suatu hal, mencari cara baru dalam mengerjakan suatu hal. Pemimpin
tidak mengkritik dan menilai gagasan yang dilontarkan. Pemimpin lebih berfokus
pada pemberian apresiasi pada setiap gagasan. Sikap seperti itu membuat
karyawan bergairah untuk mengemukakan gagasannya.
Seorang kyai yang transformatif akan
merangsang santrinya untuk berfikir kreatif dalam mengatasi masalah-masalah
yang berkembang. Selain itu, dia juga akan memberikan fasilitas bagi
santri-santrinya untuk terus belajar dan menambah wawasan. Kesalahan yang
dilakukan oleh santri akan dijadikan sebagai bahan evaluasi pembelajaran, dan
sebagai pemimpin dia akan merangsang santrinya untuk memikirkan kembali gagasan
yang lebih baik.
c.
Kepedulian secara perorangan (individual consideration)
Individual consideration adalah ciri pemimpin yang memperhatikan kebutuhan pengikutnya dan
membantu pengikutnya agar mereka bisa maju dan berkembang dalam karier dan
kehidupan mereka. Pemimpin sangat memperhatikan kebutuhan psikososial anggota
yang dipimpinnya, dia juga memfasilitasi dan mendukung pengikutnya untuk maju
dan berkembang.
Sebagai pemimpin pesantren, seorang
kyai yang transformasional akan memperlakukan secara hormat (Jawa: ngajeni
asal kata “aji”) santri-santrinya sesuai keunikan masing-masing. Sang
kyai yang transformasional juga akan mengapresiasi santrinya yang melakukan
suatu hal dengan baik.
d.
Motivasi yang inspirational (inspirational motivation)
Motivasi yang inspirasional selaras dengan
kriteria pemimpin yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantoro, “ing madya
mangun karsa”. Yakni, sifat pemimpin yang memberikan inspirasi dalam
bekerja, dalam melaksanakan suatu amanah, mengajak pengikutnya untuk mewujudkan
sebuah cita-cita bersama agar hidup dan karya mereka bermakna. Bertugas bukan
hanya sarana untuk mendapatkan uang, melainkan juga sebuah wahana untuk
menemukan kebermaknaan hidup sehingga seorang pemimpin pesantren yang
transformasional akan selalu memotivasi santrinya untuk mencapai hasil kerja
yang luar biasa, baik dalam melaksanakan tugas mereka sebagai pengurus di
pesantren maupun untuk pengembangan pribadi mereka.
B. Multifactor Leadership Questionnair (MLQ)
Salah satu instrumen yang bisa digunakan untuk mengetahui tipe kepemimpinan seorang pemimpin ialah Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ). MLQ terdiri atas tiga jenis tipe kepemimpinan yang disusun sedemikian
rupa untuk mengetahui tipe kepemimpinan yang diterapkan oleh seseorang (Avolio,
Antonakis, & Sivasubramaniam, 2003; Khan & Malik, 2014). Ketiga tipe
kepemimpinan yang tercakup dalam MLQ antara lain:
a.
Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional
terdiri atas lima dimensi, antara lain:
1) Idealized
influence (atribusi): anggota
kelompok menerima pemimpin mereka sebagai seseorang yang berpengaruh,
kharismatik, dan mendedikasikan dirinya untuk menggapai tujuan yang lebih
tinggi.
2) Idealized
influence (perilaku):
langkah-langkah yang diambil oleh pemimpin diambil berdasarkan pada etika yang
dapat dipercaya, nilai-nilai, dan tercapainya misi.
3) Inspirational
motivation: sifat pemimpin yang tidak hanya
selalu memotivasi anggotanya untuk mengembangkan organisasi, namun ia juga mengajak
pengikutnya untuk mewujudkan sebuah cita-cita bersama agar hidup dan karya
mereka bermakna
4) Intellectual
stimulation: pemimpin
mengajak pengikutnya untuk selalu mempertanyakan asumsi di balik suatu hal, mencari
cara baru dalam mengerjakan suatu hal. Pemimpin tidak mengkritik dan menilai
gagasan yang dilontarkan.
5) Individual
consideration: ciri pemimpin
yang memperhatikan kebutuhan pengikutnya dan membantu pengikutnya agar mereka
bisa maju dan berkembang dalam karier dan kehidupan mereka. Pemimpin sangat
memperhatikan kebutuhan psikososial anggota yang dipimpinnya, dia juga
memfasilitasi dan mendukung pengikutnya untuk maju dan berkembang.
b.
Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan
transaksional terdiri atas tiga dimensi, antara lain:
1) Contingent
reward (tergantung imbalan): pemimpin pasti
akan memberikan reward/imbalan/gaji kepada anggota yang telah menyelesaikan
dengan teliti terhadap tugas yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
2) Management
by exception (active): pemimpin
secara aktif mengontrol anggota dan dengan segera mengambil langkah-langkah
penanganan ketika beberapa kesalahan/kegagalan telah terjadi.
3) Management
by exception (passive): pemimpin memberikan
kebebasan kepada anggota untuk menunjukkan tugas-tugas hariannya dan akan
mengambil langkah hanya pada kasus-kasus darurat yang pasti bermasalah atau
ketika terjadi kemerosotan dari standard-standard yang telah ditetapkan.
c.
Kepemimpinan Laissez-fair (non-leadership)
Kepemimpinan
tipe ini lebih cenderung untuk menghindari membuat keputusan, tidak responsif,
tidak memberikan umpan balik kepada anggotanya, dan cenderung tidak menggunakan
wewenangnya sebagai pemimpin. Tipe ini merupakan tipe kepemimpinan yang paling
pasif dan tidak efektif.
MLQ yang dimaksud di sini adalah
MLQ yang diterjemahkan oleh Ancok (2012) dari MLQ yang dikembangkan oleh Bass & Avolio (1995), Mind
Garden, Inc. (1690). Adapun
skoring skala MLQ ialah dengan menjumlahkan skor respon yang diberikan
responden. Dianggap tinggi jika memiliki skor 9-12, rata-rata jika total
skornya 5-8, dan rendah jika skornya 0-4.
Tidak
pernah
|
Sesekali
|
Kadang-kadang
|
Cukup
sering
|
Sering
sekali
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|