Translate

Sabtu, 09 November 2013

KRISIS KREATIVITAS: Review Jurnal >> Kyung Hee Kim (2011). The Creativity Crisis: The Decrease in Creative Thinking Scores on The Torrence Tests of Creative Thinking (TTCT). Creativity Research Journal, 23:4, 285-295


I.            LATAR BELAKANG MASALAH

Berdasarkan pada tes Stanford-Binet dan Wechsler yang dilakukan oleh Flynn (1984), menyimpulkan bahwa IQ pada umumnya mengalami peningkatan di Amerika Serikat selama beberapa dekade lalu. Hal ini kemudian sekarang disebut sebagai Flynn Effect. Flynn (2007) yang kemudian menjelaskan lebih lanjut bahwa hal ini ditengarai oleh beberapa faktor termasuk reduced inbreeding, peningkatan gizi masyarakat, atau peningkatan affluence around the world.
 
Berbeda dengan peningkatan IQ tersebut, penurunan skor rata-rata pada Scholastic Assesment Test (SAT) terjadi antara tahun 1960an s.d. 1970, dan kemudian stabil pada tahun 1980an. Namun sejak tahun 1990an, rata-rata skor SAT meningkat seiring dengan peningkatan skor IQ pada umumnya. SAT merupakan alat tes yang sering digunakan untuk menentukan beberapa keputusan tentang pendidikan, seperti penjurusan dll.

Perubahan-Perubahan pada Berfikir Kreatif
Berfikir kreatif merupakan salah satu bagian dari intelegensi. TTCT merupakan alat tes yang baik untuk mengukur potensi berfikir kreatif dalam banyak kasus. TTCT dikembangkan oleh Torrence pada tahun 1966 yang pada awalnya digunakan untuk mengidentifikasi anak berbakat. Namun kemudian TTCT terus dikembangkan untuk digunakan kepada semua anak dengan berbagai level kemampuan. TTCT memiliki 2 versi, yakni TTCT verbal dan TTCT figural, dimana kedua bentuk ini bersifat paralel, Form A dan Form B. Untuk mengerjakan satu paket tes dibutuhkan 30 menit, sehingga kecepatan dalam mengerjakan sangat penting. Bertahun-tahun Torrence mengembangkan alat tes ini dan terus mengevaluasinya. Seperti laporannya, bahwa skor fluensi, originalitas, dan elaborasi pada TTCT figural meningkat pada tahun 1967 – 1976, dan sejak 1976 – 1982.

Smith & Carlsson (1983), menyimpulkan bahwa anak-anak tidak kreatif dalam pengertian kreatifitas sebenarnya sebelum berusia 10-11 tahun (kelas 5-6) karena kognitif mereka masih kekurangan pengalaman-pengalaman duniawi. Mereka juga menemukan bahwa anak-anak usia 10-11 tahun memiliki kecemasan dan kreativitas yang tinggi dan kemudian meningkat pada usia 12-13 tahun (kelas 7-8). Lebih lanjut lagi Smith & Carlsson (1985) menjelaskan bahwa kreativitas remaja mengalami peningkatan yang lambat pada usia 14 tahun (kelas 9), pada saat itu mereka fokus pada pengembangan kontrol pada kecemasannya.

II.         METODE PENELITIAN
Data yang dipakai adalah skor normatif dari tes TTCT figural yang diperoleh dari Scholastic Testing Service. Inc (STS). Pada tahun 1966, sampel TTCT tidak melibatkan anak TK, tahun 1998 sampel TTCT juga tidak menyertakan orang dewasa, tetapi pada TTCT edisi ke-4 kedua sampel tersebut diikutkan sebagai sampel. Penelitian ini menggunakan sampel 272.599 yang terdiri dari anak TK, siswa kelas 1-12, dan orang dewasa. Berdasarkan geografisnya, semua sampel terdiri dari Amerika tengah, selatan, utara, dan barat.

III.      HASIL PENELITIAN
Apakah berfikir kreatif mengalami perubahan karena usia?
Untuk memeriksa perbedaan skor TTCT antara tahun ini dengan tahun-tahun lalu, dan antar kelompok usia, uji-t harus diberlakukan. Berikut adalah total skor setiap indikator sejak tahun 1966, 1974, 1984, 1990, 1998, dan 2008 sbb:
  •  Fluency. Total skor fluensi meningkat ketika kelas 4 – 5, dan mulai menurun secara signifikan pada kelas 6 sampai dewasa.
  • Originality. Total skor originalitas meningkat sampai kelas 5 dan menurun secara signifikan ketika kelas 6. Namun meningkat lagi tidak signifikan ketika dewasa.
  • Elaboration. Total skor elaborasi meningkat sampai kelas 5 dan stabil pada kelas 6. Skor elaborasi kemudian meningkat sejak kelas 7 – SMA namun tidak signifikan. Baru kemudian meningkat secara signifikan ketika dewasa.
  • Abstractness of titles. Total skornya meningkat sampai kelas 5, stabil pada kelas 6 – SMA, dan kemudian meningkat secara signifikan ketika dewasa.
  • Resistance to premature closure. Total skornya meningkat sampai kelas 3, stabil pada kelas 4-5. Kemudian secara signifikan menurun ketika kelas 6-SMA, dan kemudian meningkat signifikan ketika dewasa.


Apakah berfikir kreatif berubah setelah berusia 40 tahun?

IV.      PEMBAHASAN
Kemampuan anak-anak untuk memproduksi ide (fluensi) meningkat sampai kelas 3, stabil antara usia kelas 4-5, dan kemudian selanjutnya menurun, yang mana ini menunjukkan bahwa anak-anak menjadi perhatian terhadap masalah-masalah seperti akurasi dan ketepatan respon-respon mereka ketika mereka membuat ide-ide (Rosenblatt & Winner, 1988).
Kemampuan elaborasi anak-anak cenderung meningkat sampai usia SMA, kemudian stabil, dan menurun ketika dewasa. Hal ini mengindikasikan bahwa anak-anak dengan sengaja meningkatkan kemampuan elaborasinya, dan mereka diberikan penghargaan atas peningkatan tersebut ketika dalam masa sekolah. Sementara sejak mereka meninggalkan dunia sekolah, kemampuan elaborasinya mulai menurun seiring dengan tiadanya reward atas usaha tersebut.

Kemampuan anak-anak untuk berfikir abstrak, mensintesis dan mengorganisir proses berfikir (abstractness of titles) terus meningkat sepanjang hidup. Ini menunjukkan bahwa setiap individu membangun dan meningkatkan kemampuannya untuk berfikir abstrak. Hal ini sejalan dengan pemikiran Vygotsky (1990, 1994) yang berkesimpulan bahwa kemapuan individu untuk berfikir abstrak dikembangkan sejalan dengan usia.

Laporan ini mengindikasikan bahwa skor berfikir kreatif menurun atau cenderung tetap ketika kelas 6. Ini menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan kemerosotan semua aspek berfikir kreatif saat kelas 6, malahan sebagian juga diketahui terjadi kemerosotan sejak kelas 4. Pengembangan logika berfikir dan kemampuan penalaran berhubungan erat dengan hilangnya berfikir kreatif (e.g Lubart & Lautrei, 1996) (The development of logical thinking and reasoning ability might be related to losing creative thinking).

Decreased Creative Thinking In The Past 20 Years
Skor aspek fluensi menurun dari tahun 1990 s.d 2008. Penurunan terbesar terjadi saat anak TK sampai kelas 3, dan penurunan terbesar kedua terjadi saat anak kelas 4 sampai kelas 6. Ini menunjukkan bahwa kemampuan anak-anak untuk memproduksi berbagai ide secara signifikan mengalami penurunan setelah tahun 1990an.
Penurunan skor originalitas terbesar juga terjadi pada anak-anak muda (TK-kelas 6). Yakni sejak tahun 1990, terjadi penurunan besar-besaran produksi ide-ide yang unik, jarang, dan luar biasa pada anak-anak. Selain karena perkembangan budaya dan teknologi, hal ini juga disebabkan karena Originality List pada TTCT periode 1998 sudah tidak representatif digunakan untuk saat ini, karena eratnya hubungan aspek originalitas dengan perkembangan budaya dan waktu. List originalitas pada TTCT dikembangkan Torence pada tahun 1984 (lebih dari 14 tahun). Dimana Kim berpendapat bahwa frekuensi respon pada TTCT harus dirubah seiring dengan perkembangan budaya dan waktu.

Penurunan yang signifikan pada skor Strenghts sejak tahun 1990 mengindikasikan bahwa lebih dari 20 tahun anak-anak menjadi kurang mengekspresikan emosinya, kurang energik, kurang berbicara aktif dan melakukan ekspresi verbal,  kurang humoris, kurang imaginatif, kurang perseptif, dan kurang melihat segala sesuatu dari sudut pandang lain. Bisa kita spekulasikan bahwa hal tersebut dikarenakan mereka kurang melakukan komunikasi interpersonal, saat ini anak-anak lebih banyak berinteraksi dengan teknologi.

Penurunan skor elaborasi yang terjadi sejak tahun 1984 mengindikasikan bahwa lebih dari 30 tahun:
  1. Semua kelompok manusia di semua usia (TK-dewasa) cenderung kehilangan kemampuannya untuk mengelaborasi ide-ide mereka dan secara detail bisa merefleksikan pikirannya,
  2. Orang-orang kekurangan motivasi untuk menjadi kreatif, dan
  3. Kreativitas sangat jarang dianjurkan di rumah, sekolah-sekolah, dan masyarakat pada umumnya.
Skor Abstractedness of Title menurun baru ketika tahun 1998. Laporan ini juga menyimpulkan bahwa kemampuan anak-anak yang lebih muda menjadi kurang mampu dalam melakukan proses berfikir krisis pada sistesis, pengorganisasian, dan kemampuan mengambil inti masalah.
Skor Closure mengalami penurunan dari tahun 1998 sampai tahun 2008. Karena skor closure memiliki hubungan posistif yang sangat erat dengan intelegensi. Sehingga saat intelegensi masyarakat mengalami peningkatan, skor ini juga meningkat.

Kesimpulannya, peningkatan kemampuan berfikir kreatif pada anak hendaknya dimulai sedini mungkin melalui lingkungan awal anak-anak, yakni di rumah dan sekolah. Orang tua dan guru harus menciptakan lingkungan yang terus mendorong anak-anak mereka berfikir kreatif.

Negara-negara seperti Cina, Jepang, Korea, dan Taiwan telah merubah sistem pendidikan mereka setelah Amerika sukses merubah sistem pendidikannya. Karena Amerika lebih dulu sukses dalam meningkatkan kreativitas pada anak-anak (Kim, 2005).