Translate

Sabtu, 01 Juni 2013

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN TENAGA KERJA



A.   Pengantar

Ketika pelamar sudah melewati tahapan seleksi dan penempatan, barulah pelamar tersebut disebut sebagai tenaga kerja. Meskipun dalam kegiatan seleksi dan penempatan tenaga kerja sudah dilakukan penyelarasan antara tipe dan kemampuan calon tenaga kerja dengan jabatan yang akan ia tempati, bukan berarti pelamar yang diterima sudah bisa langsung dapat bekerja sesuai dengan harapan perusahaan. Masih ada satu kegiatan lagi yang dibutuhkan agar tenaga kerja yang ada bisa bekerja sesuai dengan harapan dan tujuan perusahaan, yakni pelatihan dan pengembangan tenaga kerja.
Pelatihan dan pengembangan tenaga kerja dapat berlangsung baik di dalam (on the job training)  maupun di luar perusahaan (off the job training). Pada on the job training bisa dilakukan ketika dan dalam suasana kerja perusahaan. Sedangkan off the job training dilaksanakan di luar pekerjaannya yang diselenggarakan oleh pemerintah (BLK, Depnaker) maupun lembaga pelatihan swasta.
 
Pelatihan menurut Sikula (1976 dalam Munandar, 2008) adalah: proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja nonmanajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.
Sedangkan pengembangan adalah proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan dan teoritis untuk tujuan umum. Contoh:
-       Pelatihan operator mesin packing, bubut, pelatihan QC, finishing mebel, dll
-       Lokakarya sistem penggajian, lokakarya manajemen produksi, pendidikan magister manajemen, dsb.
Tujuan pelatihan dan pengembangan secara umum dirumuskan sebagai berikut:
a.    Meningkatkan produktivitas
b.    Meningkatkan mutu
c.    Meningkatkan ketepatan dalam perencanaan sumber daya manusia
d.    Meningkatkan semangat kerja
e.    Menarik dan menahan tenaga kerja yang baik
f.     Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja
g.    Menghindari keusangan (Obsolescene)
h.    Menunjang pertumbuhan pribadi (personal growth)
B.   Teori-Teori Pembelajaran
Pembelajaran merupakan dasar dari perilaku manusia, dimana pembelajaran sendiri merupakan perubahan perilaku yang relatif tetap akibat pengalaman, pemahaman, dan praktek (Chisnall, 1995; Salmoni, Schmudt, Walter, 1984 dalam Munandar, 2008:90).
Dari berbagai model teoritikal dari proses pembelajaran ada dua aliran besar, yakni connectionist dan cognitive.
1.   Teori Connectionist
Teori ini didasarkan pada asosiasi antara rangsang dan jawaban; pembelajaran dalam teori ini dijelaskan sebagai jawaban atas satu rangsang dengan mengesampingkan persepsi dan penyadaran (insight) sebagai salah satu hal yang mempengaruhi proses pembelajaran. Termasuk dalam teori ini ialah:
-       Teori clasical conditioning yang dipelopori oleh Pavlov dengan eksperimennya terhadap anjing. UCS – UCR, UCS + CS = CR, CS = CR
“tingkah laku manusia adalah hasil/jawaban dari adanya respon yang diberikan, dan respon bisa dibentuk dengan mengkondisikannya”.
-       Teori pengukuhan kembali (reinforcement theory) Thorndike. Dalam teori ini dikenal dengan hukum dari akibat (law of effect).
“Suatu hal yang menguntungkan/memiliki efek baik akan lebih kuat dan akan diulangi dalam situasi yang serupa”.
Teori Thorndike ini diperluas Hull dengan mengaitkannya pada faktor motivasi. Ia kemukakan bahwa asosiasi dan pembelajaran trial and error yang selektif terjadi karena mereka mampu memuaskan kebutuhan.
-       Teori operant conditioning  Skinner.
Pengembangan teori Skinner ini lebih dipengaruhi adanya 4 macam reinforcement sehingga perilaku akan diperkuat dan terjadi lebih sering. Adapun empat macam reinforcement tersebut antara lain:
a.    Positive Reinforcement
Pemberian hadiah tertentu sesuai dengan bagaimana seseorang menunjukkan perilaku yang diinginkan. Ex: penghargaan pada karyawan produktif
b.    Negative Reinforcement/Avoidance Learning
Menghindari satu kondisi yang tidak menyenangkan pada saat perilaku ditampilkan. Ex: Karyawan mencegah melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang ia anggap benar, karena takut dimarahi atasan atau dicaci rekan kerja.
c.    Extinction (penghapusan)
Penarikan diri dari reinforcement positif sedemikian rupa sehingga perilaku yang sebelumnya diperkuat semakin melemah dan hilang. Ex: Karyawan yang tidak mengambil cuti selama setahun akan mendapat bonus dari perusahaan (reinforcement positif), namun setelah beberapa kali ia tidak mengambil cuti dan tidak mendapatkan penguat lama kelamaan ia lebih baik mengambil cuti.
d.    Punishment
Pemberian hukuman/akibat yang negatif pada saat perilaku yang tidak diinginkan muncul dengan tujuan menurunkan frekuensi atau menghilangkannya. Punishment ini menurut Miner (1992) sering gagal karena hanya menekan perilaku sementara, menimbulkan perilaku emosional pada pemberi hukuman, digeneralisasikan pada situasi yang serupa, dll.

Ada empat cara penjadwalan penggunaan penguat kembali yang dapat digunakan dengan derajat keefektifan yang berbeda-beda, yaitu:
a)    Variable ratio reinforcement: diberikan ketika mencapai jumlah tertentu yang bervariasi. Ex: penghargaan bagi karyawan yang melebihi standard jumlah tertentu yang bisa berubah patokannya sesuai ketentuan.
b)   Fixed ratio reinforcement: diberikan ketika mencapai jumlah yang tetap. Ex: sales motor pasti mendapat bonus setelah ia berhasil menggaet 25 pembeli.
c)    Variable interval reinforcement: diberikan berdasarkan interval waktu yang bervariasi. Ex: pemberian bonus bagi karyawan yang berprestasi dengan waktu yang bervariasi.
d)    Fixed interval reinforcement: berdasarkan waktu yang tetap. Ex: gaji ke-13 bagi PNS

2.   Teori Cognitive
Para ahli kognitif menolak bahwa perilaku hanya respon dari stimulus yang diberikan. Mereka memandang bahwa pembelajaran sebagai proses dari menstruktur pengetahuan yang telah ada pada seseorang. Penstrukturan kembali dari persepsi menghasilkan penyadaran/insight. Orang dianggap sebagai pemecah masalah yang aktif yang dipengaruhi oleh lingkungannya.
Dalam kesenjangan antara kedua teori pembelajaran ini, Tolman mengajukan sebuah model dengan menyisipkan intervening variable (variabel yang mempengaruhi) yang mengacu pada pengamatan dan keyakina (beliefe). Suatu unsur dalam kognisi tersebut bertugas sebagai pengorganisir dalam memilih jawaban dan rangsang-rangsang.
S-O-R    ||   Stimulus – Organism – Response

C.   Penyusunan Program Pelatihan/Pengembangan
Penyusunan program pelatihan/pengembangan terdiri atas bermacam-macam tahap, yaitu:
Tahap 1
Identifikasi kebutuhan, studi pekerjaan
Tahap 2
Penetapan sasaran pelatihan/pengembangan
Tahap 3
Penetapan kriteria dengan alat-alat ukurnya
Tahap 4
Penetapan metode pelatihan/pengembangan
Tahap 5
Percobaan dan revisi
Tahap 6
Implementasi dan evaluasi

Tahap 1: Identifikasi kebutuhan pelatihan/studi pekerjaan
Agar program pelatihan menjadi prgram pelatihan yang efektif, betul-betul melatih pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan oleh pekerjaan, maka diperlukan analisis kebutuhan pelatihan. Dengan analisis ini akan diperoleh data tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap khusus yang masih perlu diajarkan. Untuk bisa menganalisis kebutuhan diperlukan dua kegiatan utama, yakni: studi pekerjaan (job requirements) dan mengadakan asesmen dari tenaga kerja.
Tahap 2: Penetapan sasaran pelatihan/pengembangan
Sasaran pelatihan dapat dibagi ke dalam sasaran umum (tujuan pelatihan) dan khusus.
Contoh tujuan pelatihan: “pada akhir pelatihan trainees diharapkan dapat mengenal pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan dapat mengaplikasikannya dalam situasi kerja sehari-hari”
Sasaran khusus dirinci ke dalam suatu uraian yang mempergunakan istilah-istilah perilaku yang dapat diamati dan diukur. Sasaran khusus pelatihan sudah lebih konkret dibanding sasaran umum namun masih lebih abstrak dibanding dengan sasaran subjek pembahasan. Contoh: “Setelah pelatihan trainees diharapkan dapat mengurangi penyakit akibat makanan di perusahaan”
Tahap 3: Penetapan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya
Tahap 4: Penetapan metode-metode pelatihan
a.    Kuliah
Kuliah adalah pembicaraan yang diorganisasi secara formal tentang hal-hal khusus. Kuliah cenderung menekankan ingatan saja akan fakta-fakta dan gambar-gambar. Keuntungan metode ini adalah biaya rendah dalam waktu yang relatif singkat karena bisa dilakukan dengan banyak peserta dan dapat disajikan banyak bahan pelatihan. Kelemahannya antara lain: para trainee lebih bersikap pasif mendengarkan daripada aktif mencerna. Dalam kuliah juga terjadi komunikasi searah sehingga tidak ada umpan balik dari trainee. Tidak dapat diketahui pula sejauh mana trainee mengerti dan menyetujui akan bahan latihan yang diberikan.
b.    Konperensi
Pertemuan formal dimana terjadi diskusi atau konsultasi mengenai sesuatu hal yang penting yang juga menekankan: diskusi kelompok kecil, bahan yang terorganisir, dan keterlibatan peserta secara aktif.
c.    Studi Kasus (case study)
Pada metode ini trainee diminta untuk mengidentifikasi masalah dan merekomendasi jawabannya. Metode dapat meningkatkan kemampuan analisis peserta dan kecakapannya dalam memecahkan masalah.
d.    Bermain peran (role playing)
Permainan peran asal mulanya dikembangkan oleh J.B. Moreno untuk digunakan dalam psikoterapi. Moreno menyebut metode ini dengan psikodrama yang ternyata diterapkan dalam dunia usaha pertama kali di toserba Macy di New york tahu 1930-an.
Peran adalah suatu pola perilaku yang diharapkan. Peserta diberitahu tentang suatu keadaan dan peran mereka yang harus mereka mainkan tanpa skrip. Metode ini digunakan untuk memberi kesempatan kepada trainee untuk mempelajari keterampilan hubungan antarmanusia melalui praktek dan untuk mengembangkan pemahaman mengenai pengaruh kelakuan mereka sendiri pada orang lain.
Letak kekuatan dari role play ini adalah bahwa permainan peran memusatkan perhatiannya pada unsur manusianya dalam menghadapi masalah-masalah organisasi.
e.    Metode simulasi
Berusaha menciptakan satu situasi setepat mungkin yang merupakan tiruan dari keadaan nyata. Contoh: simulasi tanggap darurat gempa, simulasi SIM, dll.
Tahap 5: Percobaan dan revisi
Tahap 6: Implementasi dan evaluasi

Book Referensce: