Translate

Selasa, 09 Desember 2014

PERSEPSI KONSUMEN

Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia. Stimulus yang sama belum tentu penafsirannya juga sama. Sedangkan menurut Atkinson merupakan pengalaman yang ditimbulkan oleh stimulus sederhana.

Pengetahuan mengenai prinsip-prinsip ini memungkinkan para pemasar yang cerdik mengembangkan iklan-iklan yang mempunyai kesempatan yang baik untuk dilihat dan diingat oleh para konsumen yang menjadi target mereka (Schiffman & Kanuk, 2008).

UNSUR-UNSUR PERSEPSI
·         Sensasi
  • Respon yang segera dan langsung dari pancaindera terhadap stimuli yang sederhana (iklan, kemasan, merek).
  • Suatu lingkungan yang benar-benar tidak menarik atau tidak berubah, hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak memberikan sensasi.
  • Contoh: iklan yang terlalu sering muncul dan tetap mungkin akan diabaikan oleh pemirsa. Setiap kemasan memiliki “keistimewaan” tersendiri agar bisa menimbulkan kesan dalam 1/10 detik ketika ditaruh di rak-rak swalayan.

·         Ambang Absolut
  • Ialah titik terendah di mana seseorang dapat mengalami sensasi.
  • Ambang setiap orang berbeda-beda sehingga para pemasar berusaha untuk mengambil alih perhatian konsumen dengan menambah intensitas masukan ke pancaindera atau juga sebaliknya.
  • Contoh: Tim sukses caleg “membeli” kaca belakang semua mikrolet untuk ditempel foto caleg, Djarum mensonsori turnamen sepakbola.

·         Ambang Diferensial
  • Perbedaan minimal yang dapat dirasakan antara dua macam stimuli yang hampir serupa.
  • Hukum Weber: “ambang antara dua stimuli tidak bersifat absolut, melainkan jumlah relatif atas intensitas stimulus pertama.”
  • Inovasi yang sifatnya pembaruan harus tetap di bawah ambang. Sedangkan jika terpaksa produsen ingin melakukan perbaikan produk, pemasar harus mendekati ambang atau melebihi agar konsumen benar-benar merasakan setiap perbaikan yang ada.
  • Aplikasi: pergantian kemasan yang tetap dibawah ambang agar pelanggan tidak “asing” dengan model baru, produk inovasi pembersih lantai baru harus benar-benar memiliki ambang diatas pembersih lantai yang sudah ada. Seperti proses perubahan gambar pada kemasan Larutan Cap Kaki Tiga.

·         Persepsi Subliminal
  • Stimuli yang berada di bawah “limen” atau ambang kesadaran karena terlalu lemah atau terlalu singkat diterima secara sadar, namun mungkin akan cukup kuat bagi sebagian sel.


TEORI GESTALT TENTANG PERSEPSI PRODUK PADA KONSUMEN
a.    Figure-ground       à aplikasi: pemilihan soundtrack iklan yang mewakili produk
b.    Similarity               à aplikasi: produk imitasi membuat kemasan dan model semirip mungkin
c.     Closure                 à aplikasi: penayangan sepotong iklan akan lebih memunculkan kebutuhan untuk melengkapinya, seperti awal muncul iklan Jupiter Z1
Efek buruk: konsumen cenderung terlalu cepat mengambil kesimpulan, sehingga pemasar harus benar-benar memilih penjelasan pertama yang paling persuasif.
d.     Proximity               à aplikasi: penggunaan public figur untuk memunculkan kesan/kelas tersendiri bagi produk. Contoh: TOP coffea dengan Iwan Fals
e.    Simplicity               à aplikasi: iklan panjang lebar ditutup dengan Tagline
f.     Continuity              à aplikasi: dasar mempertahankan kualitas produk/pelayanan

Pengaruh yang Membelokkan Persepsi
1.    Penampilan Fisik
Berbagai penelitian mengenai penampilan fisik telah menemukan bahwa model yang menarik lebih persuasif dan mempunyai pengaruh yang lebih positif terhadap sikap dan perilaku konsumen (Richins, 1991; Martin & Gentry, 1997). Dalam hal ini seseorang akan cenderung menghubungkan sifat-sifat orang tertentu dengan orang lain yang mungking mirip.
Ex: Lux memilih Luna Maya sebagai model dan segera mengakhiri kontraknya ketika Luna Maya terjerat kasus.
2.    Stereotip
Kognitif seseorang memiliki kemampuan untuk membuat skemata, yakni menghubungkan sesuatu dengan pengalaman yang sudah ada sehingga individu memiliki “gambaran” dalam pikiran mereka mengenai arti berbagai macam stimuli.
Ex: Bayam = Popeye, Ingat batuk = ingat Konidin, sakit maag = minum Promagg
3.    Hallo effect
Dalam membentuk kesan pertama, penerima belum mengetahui stimuli mana yang relevan, penting, atau yang dapat diramalkan menjadi perilaku selanjutnya.
Ex: awal kali launching TransTV konsumen dimanjakan dengan film-film box office berkualitas
4.    Terlalu cepat mengambil kesimpulan
Banyak orang yang cenderung terlalu cepat mengambil kesimpulan sebelum meneliti semua keterangan atau bukti yang berhubungan. Karena alasan ini, beberapa penulis iklan berhati-hati memberikan penjelasan pertama yang paling persuasif.
Ex: Ada sebuah selebaran bertuliskan “ANDA INGIN OMZET 5Jt PERBULAN?” dilanjutkan ada testimoni-testimoni peserta à Pasti MLM.

PERSEPSI MENGENAI HARGA
Bagaimana konsumen memandang harga tertentu (tinggi, rendah, wajar) mempunyai pengaruh yang kuat terhadap maksud membeli dan kepuasan membeli. Ada bukti bahwa memang konsumen memperhatikan harga yang dibayar oleh pelanggan lain. Tidak ada seorangpun yang gembira jika mengetahui bahwa ia membayar dua kali lipat dari jumlah yang dibayar orang lain.

Harga Acuan
Ialah setiap harga yang digunakan konsumen sebagai dasar perbandingan dalam menilai harga lain.
Internal: Harga-harga (rentang harga) yang didapat kembali oleh konsumen dari ingatan.
Eksternal: Membandingkan dengan harga produk/jasa lain. “dijual di tempat lain dengan harga ….”, atau “lebih hemat 20%”, atau  Rp 2.500  Hanya   Rp. 2.499

  • Isyarat semantik (susunan kata-kata khusus) mengenai ungkapan yang digunakan untuk menyampaikan informasi yang berhubungan dengan harga dapat mempegaruhi persepsi konsumen mengenai harga. Pernyataan harga yang longgar (misalnya, hemat 10 sampai 40%, diskon s.d 90%) maupun obyektif (seperti, diskon 20% setiap pembelian 2bh) keduanya memiliki pengaruh yang besar dalam persepsi harga konsumen.
  • Yadav & Monroe (1993), penerapan “harga paket” mempunyai pengaruh yang relatif besar terhadap persepsi pembeli mengenai nilai transaksi daripada penghematan yang ditawarkan pada barang-barang dalam paket tersebut secara sendiri-sendiri.
  • Hershey Jr. (1998), para konsumen kurang sensitif terhadap harga ketika menggunakan kartu kredit dan dalam belanja on-line.


PERSEPSI KONSUMEN MENGENAI BERBAGAI RESIKO
Para konsumen terus menerus harus mengambil keputusan mengenai produk dan jasa apa yang akan dibeli dan dimana ia membelinya. Karena hasil (atau konsekuensi) dari keputusan tersebut sering tidak pasti, konsumen meraskan adanya tingkat “resiko” tertentu dalam mengambil keputusan.
Beberapa tipe resiko yang mungkin dirasakan konsumen antara lain:
  1. Resiko fungsional; bahwa produk tidak memberikan kinerja seperti yang diharapkan. Ex: “Dapatkah baterai HP ini bertahan setidaknya 3 hari dengan pemakaian Mp3, TV, dan telfon?”
  2. Resiko fisik; resiko terhadap diri dan orang lain yang dapat ditimbulkan produk. Ex: Apakah mesin cukur ini aman atau bisa kesetrum/lecet?
  3. Resiko Keuangan; bahwa produk tidak seimbang dengan harganya. Ex: Jangan-jangan tas ini sudah jebol dalam sebulan?
  4. Resiko Sosial; bahwa pilihan produk yang jelek dapat menimbulkan rasa malu dalam lingkungan sosial. Ex: apa teman-teman di kampus tidak menertawakan mocin baru saya?
  5. Resiko Psikologis; bahwa pilihan produk yang jelek dapat melukai ego konsumen. Ex: apa saya tidak malu jika harus memakai celana pensil?
  6. Resiko Waktu; bahwa waktu yang digunakan untuk mencari produk akan sia-sia jika produk tidak bekerja seperti yang diharapkan. Ex: Apakah saya harus kembali lagi untuk menukarkannya jika sampai di rumah tidak berfungsi?


Persepsi konsumen mengenai resiko tergantung pada orang, produk, situasi, dan budaya. Semisal, beberapa orang mungkin akan lebih memilih ATM yang dijaga tukang parkir. Namun ada juga yang lebih memilih ATM yang tidak ada tukang parkirnya untuk menghindari biaya lain-lain untuk bayar ongkos parkir.
Para konsumen juga secara khas mengembangkan strategi mereka sendiri untuk mengurangi resiko yang dirasakan. Antara lain:
  • Konsumen mencari informasi; TV, media cetak, pengalaman orang lain.
  • Konsumen setia pada merek; lebih percaya pada merek yang sudah terbukti memuaskan mereka daripada coba-coba produk baru.
  • Konsumen memilih berdasarkan citra merek; cenderung “mempercayai” merek yang disukai atau yang populer.
  • Konsumen mengandalkan citra toko; jika konsumen tidak mempunyai banyak informasi mengenai barang yang akan dibeli, mereka akan lebih mempercayai “siapa yang menjual?”.
  • Konsumen membeli model yang termahal; tidak selamanya barang mahal ditinggalkan konsumen. Barang mahal juga memberikan persepsi berkualitas dan eksklusif.
  • Konsumen mencari jaminan; mencari jaminan seperti garansi produk, label uji lab/Halal/dll, jaminan uang kembali.