I.
LATAR BELAKANG MASALAH
Berdasarkan pada tes Stanford-Binet dan Wechsler yang dilakukan oleh Flynn (1984), menyimpulkan bahwa IQ pada umumnya mengalami peningkatan di Amerika Serikat selama beberapa dekade lalu. Hal ini kemudian sekarang disebut sebagai Flynn Effect. Flynn (2007) yang kemudian menjelaskan lebih lanjut bahwa hal ini ditengarai oleh beberapa faktor termasuk reduced inbreeding, peningkatan gizi masyarakat, atau peningkatan affluence around the world.
Berbeda
dengan peningkatan IQ tersebut, penurunan skor rata-rata pada Scholastic
Assesment Test (SAT) terjadi antara tahun 1960an s.d. 1970, dan kemudian
stabil pada tahun 1980an. Namun sejak tahun 1990an, rata-rata skor SAT
meningkat seiring dengan peningkatan skor IQ pada umumnya. SAT merupakan alat
tes yang sering digunakan untuk menentukan beberapa keputusan tentang
pendidikan, seperti penjurusan dll.
Perubahan-Perubahan pada Berfikir
Kreatif
Berfikir
kreatif merupakan salah satu bagian dari intelegensi. TTCT merupakan alat tes
yang baik untuk mengukur potensi berfikir kreatif dalam banyak kasus. TTCT
dikembangkan oleh Torrence pada tahun 1966 yang pada awalnya digunakan untuk
mengidentifikasi anak berbakat. Namun kemudian TTCT terus dikembangkan untuk
digunakan kepada semua anak dengan berbagai level kemampuan. TTCT memiliki 2
versi, yakni TTCT verbal dan TTCT figural, dimana kedua bentuk ini bersifat
paralel, Form A dan Form B. Untuk mengerjakan satu paket tes dibutuhkan 30
menit, sehingga kecepatan dalam mengerjakan sangat penting. Bertahun-tahun Torrence
mengembangkan alat tes ini dan terus mengevaluasinya. Seperti laporannya, bahwa
skor fluensi, originalitas, dan elaborasi pada TTCT figural meningkat pada
tahun 1967 – 1976, dan sejak 1976 – 1982.
Smith & Carlsson (1983), menyimpulkan bahwa anak-anak tidak kreatif dalam pengertian kreatifitas sebenarnya sebelum berusia 10-11 tahun (kelas 5-6) karena kognitif mereka masih kekurangan pengalaman-pengalaman duniawi. Mereka juga menemukan bahwa anak-anak usia 10-11 tahun memiliki kecemasan dan kreativitas yang tinggi dan kemudian meningkat pada usia 12-13 tahun (kelas 7-8). Lebih lanjut lagi Smith & Carlsson (1985) menjelaskan bahwa kreativitas remaja mengalami peningkatan yang lambat pada usia 14 tahun (kelas 9), pada saat itu mereka fokus pada pengembangan kontrol pada kecemasannya.
II.
METODE PENELITIAN
Data yang
dipakai adalah skor normatif dari tes TTCT figural yang diperoleh dari Scholastic
Testing Service. Inc (STS). Pada tahun 1966, sampel TTCT tidak melibatkan
anak TK, tahun 1998 sampel TTCT juga tidak menyertakan orang dewasa, tetapi
pada TTCT edisi ke-4 kedua sampel tersebut diikutkan sebagai sampel. Penelitian
ini menggunakan sampel 272.599 yang terdiri dari anak TK, siswa kelas 1-12, dan
orang dewasa. Berdasarkan geografisnya, semua sampel terdiri dari Amerika
tengah, selatan, utara, dan barat.
III.
HASIL PENELITIAN
Apakah berfikir kreatif mengalami
perubahan karena usia?
Untuk memeriksa
perbedaan skor TTCT antara tahun ini dengan tahun-tahun lalu, dan antar
kelompok usia, uji-t harus diberlakukan. Berikut adalah total skor setiap
indikator sejak tahun 1966, 1974, 1984, 1990, 1998, dan 2008 sbb:
- Fluency. Total skor fluensi meningkat ketika kelas 4 – 5, dan mulai menurun secara signifikan pada kelas 6 sampai dewasa.
- Originality. Total skor originalitas meningkat sampai kelas 5 dan menurun secara signifikan ketika kelas 6. Namun meningkat lagi tidak signifikan ketika dewasa.
- Elaboration. Total skor elaborasi meningkat sampai kelas 5 dan stabil pada kelas 6. Skor elaborasi kemudian meningkat sejak kelas 7 – SMA namun tidak signifikan. Baru kemudian meningkat secara signifikan ketika dewasa.
- Abstractness of titles. Total skornya meningkat sampai kelas 5, stabil pada kelas 6 – SMA, dan kemudian meningkat secara signifikan ketika dewasa.
- Resistance to premature closure. Total skornya meningkat sampai kelas 3, stabil pada kelas 4-5. Kemudian secara signifikan menurun ketika kelas 6-SMA, dan kemudian meningkat signifikan ketika dewasa.
Apakah berfikir kreatif berubah setelah berusia 40 tahun?
IV.
PEMBAHASAN
Kemampuan
anak-anak untuk memproduksi ide (fluensi) meningkat sampai kelas 3, stabil
antara usia kelas 4-5, dan kemudian selanjutnya menurun, yang mana ini
menunjukkan bahwa anak-anak menjadi perhatian terhadap masalah-masalah seperti
akurasi dan ketepatan respon-respon mereka ketika mereka membuat ide-ide
(Rosenblatt & Winner, 1988).
Kemampuan
elaborasi anak-anak cenderung meningkat sampai usia SMA, kemudian stabil, dan
menurun ketika dewasa. Hal ini mengindikasikan bahwa anak-anak dengan sengaja
meningkatkan kemampuan elaborasinya, dan mereka diberikan penghargaan atas
peningkatan tersebut ketika dalam masa sekolah. Sementara sejak mereka
meninggalkan dunia sekolah, kemampuan elaborasinya mulai menurun seiring dengan
tiadanya reward atas usaha tersebut.
Kemampuan anak-anak untuk berfikir abstrak, mensintesis dan mengorganisir proses berfikir (abstractness of titles) terus meningkat sepanjang hidup. Ini menunjukkan bahwa setiap individu membangun dan meningkatkan kemampuannya untuk berfikir abstrak. Hal ini sejalan dengan pemikiran Vygotsky (1990, 1994) yang berkesimpulan bahwa kemapuan individu untuk berfikir abstrak dikembangkan sejalan dengan usia.
Laporan ini mengindikasikan bahwa skor berfikir kreatif menurun atau cenderung tetap ketika kelas 6. Ini menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan kemerosotan semua aspek berfikir kreatif saat kelas 6, malahan sebagian juga diketahui terjadi kemerosotan sejak kelas 4. Pengembangan logika berfikir dan kemampuan penalaran berhubungan erat dengan hilangnya berfikir kreatif (e.g Lubart & Lautrei, 1996) (The development of logical thinking and reasoning ability might be related to losing creative thinking).
Decreased Creative Thinking In The
Past 20 Years
Skor aspek
fluensi menurun dari tahun 1990 s.d 2008. Penurunan terbesar terjadi saat anak
TK sampai kelas 3, dan penurunan terbesar kedua terjadi saat anak kelas 4
sampai kelas 6. Ini menunjukkan bahwa kemampuan anak-anak untuk memproduksi
berbagai ide secara signifikan mengalami penurunan setelah tahun 1990an.
Penurunan skor
originalitas terbesar juga terjadi pada anak-anak muda (TK-kelas 6). Yakni
sejak tahun 1990, terjadi penurunan besar-besaran produksi ide-ide yang unik,
jarang, dan luar biasa pada anak-anak. Selain karena perkembangan budaya dan
teknologi, hal ini juga disebabkan karena Originality List pada TTCT
periode 1998 sudah tidak representatif digunakan untuk saat ini, karena eratnya
hubungan aspek originalitas dengan perkembangan budaya dan waktu. List
originalitas pada TTCT dikembangkan Torence pada tahun 1984 (lebih dari 14
tahun). Dimana Kim berpendapat bahwa frekuensi respon pada TTCT harus dirubah
seiring dengan perkembangan budaya dan waktu.
Penurunan yang signifikan pada skor Strenghts sejak tahun 1990 mengindikasikan bahwa lebih dari 20 tahun anak-anak menjadi kurang mengekspresikan emosinya, kurang energik, kurang berbicara aktif dan melakukan ekspresi verbal, kurang humoris, kurang imaginatif, kurang perseptif, dan kurang melihat segala sesuatu dari sudut pandang lain. Bisa kita spekulasikan bahwa hal tersebut dikarenakan mereka kurang melakukan komunikasi interpersonal, saat ini anak-anak lebih banyak berinteraksi dengan teknologi.
Penurunan skor elaborasi yang terjadi sejak tahun 1984 mengindikasikan bahwa lebih dari 30 tahun:
- Semua kelompok manusia di semua usia (TK-dewasa) cenderung kehilangan kemampuannya untuk mengelaborasi ide-ide mereka dan secara detail bisa merefleksikan pikirannya,
- Orang-orang kekurangan motivasi untuk menjadi kreatif, dan
- Kreativitas sangat jarang dianjurkan di rumah, sekolah-sekolah, dan masyarakat pada umumnya.
Skor Abstractedness
of Title menurun baru ketika tahun 1998. Laporan ini juga menyimpulkan
bahwa kemampuan anak-anak yang lebih muda menjadi kurang mampu dalam melakukan
proses berfikir krisis pada sistesis, pengorganisasian, dan kemampuan mengambil
inti masalah.
Skor Closure
mengalami penurunan dari tahun 1998 sampai tahun 2008. Karena skor closure
memiliki hubungan posistif yang sangat erat dengan intelegensi. Sehingga saat
intelegensi masyarakat mengalami peningkatan, skor ini juga meningkat.
Kesimpulannya, peningkatan kemampuan berfikir kreatif pada anak hendaknya dimulai sedini mungkin melalui lingkungan awal anak-anak, yakni di rumah dan sekolah. Orang tua dan guru harus menciptakan lingkungan yang terus mendorong anak-anak mereka berfikir kreatif.
Negara-negara seperti Cina, Jepang, Korea, dan Taiwan telah merubah sistem pendidikan mereka setelah Amerika sukses merubah sistem pendidikannya. Karena Amerika lebih dulu sukses dalam meningkatkan kreativitas pada anak-anak (Kim, 2005).