Terlalu sibuk kerja, bisa bikin stres…
Lembur terlalu lama, juga bisa stres…
Kekasih main gila, juga bisa stres…
Kenakalan remaja, juga bikin stres…
(Rhoma Irama)
APAKAH STRES ITU?
Adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan antara orang
(kepribadiannya, bakatnya, kecakapannya) dan lingkungannya, yang mengakibatkan
ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara
efektif (Foncham & Rhodes, 1988).
Istilah stres sendiri merupakan istilah yang dipinjam oleh Selye
dari bahasa teknik. Dalam ilmu teknik, stres merupakan istilah untuk
bergetarnya jembatan ketika dilewati beban yang cukup berat seperti ketika
dilewati truk bermuatan.
Menurut Hans Selye, stres merupakan ketidakmampuan mekanisme tubuh
seseorang dalam beradaptasi dengan berbagai macam tuntutan lingkungan. Selye
menerangkan bahwa rangkaian perubahan dalam mekanisme tubuh (GAS: General
Adaptation Syndrome) tersebut terdiri dari tiga tahapan:
a)
Alarm individu mulai
merasa bahwa ada tuntutan dari lingkungannya sebagai ancaman
b)
Resistance mengatur kemampuan
diri untuk menghadapi tuntutan, dalam hal ini individu mulai melakukan berbagai
coping stres
c)
Exhaustion jika stres terus berkelanjutan/kronis,
individu bisa kehabisan tenaga (kerusakan permanen pada tubuh dan berujung
kematian)
Pendapat Selye tersebut berdasarkan hasil eksperimennya kepada
sekelompok tikus yang disuntik dengan larutan yang berbeda. Pada kelompok
eksperimen, tikus-tikus disuntik dengan ekstrak kimiawi tertentu secara setiap
hari sehingga menimbulkan borok dan masalah fisiologis lainnya seperti
berhentinya pertumbuhan jaringan sistem kekebalan pada tikus. Pada kelompok
kontrol, tikus-tikus hanya disuntikkan air garam yang seharusnya tidak menimbulkan
efek apapun ternyata menunjukkan gejala yang sama. Dari eksperimen ini Selye mencermati
bahwa bukan substansi cairan yang disuntikkan, tetapi karena penyuntikan setiap
hari itu sendiri yang menjadi penyebabnya.
Peneliti lain mengkritik pendapat Selye dengan
menyatakan bahwa stres bukan hanya dipandang sebagai reaksi, namun stres juga
harus dilihat sebagai fungsi dari individu yang menafsirkan situasi. Reaksi
orang tidak sama terhadap stressor yang sama, tergantung bagaimana orang
mempersepsikan situasi yang dihadapi karena peta kognitif seseorang
berbeda-beda.
Contoh:
Kemacetan panjang di suatu titik
·
Stres
Bagi orang yang berfikir tidak ada alternatif
lain, atau mengembangkan hal-hal yang akan terjadi jika telat datang, dsb.
·
Tidak menimbulkan stres
Bagi orang yang memiliki banyak alternatif
jalan keluar, atau punya cara untuk menghilangkan kejenuhan saat macet, bagi
orang yang memang ingin datang terlambat, dsb.
Ada sebuah ungkapan
yang mengatakan bahwa:
“Stres bukan untuk dihindari, tapi stres
adalah untuk dikelola”.
Ungkapan tersebut bukan tanpa dasar, menurut Selye tidak semua
stres merugikan. Ia membagi stres menjadi dua: distress yang bersifat
destruktif, dan eustress sebagai kekuatan untuk berprestasi.
Grafik lonceng: Hubungan antara tingkat stres & unjuk kerja |
Makin tinggi dorongannya untuk berprestasi, makin tinggi tingkat
stresnya dan makin tinggi pula produktifitas dan efisiensinya. Pada jumlah
tertentu, stres justru dapat mengarah ke gagasan-gagasan yang inovatif dan
keluaran yang konstruktif.
PEMICU STRES (STRESSORS)
Selain dipicu oleh berbagai faktor eksternal yakni lingkungan
kehidupan kita sehari-hari, stres juga ditentukan pula oleh individu itu
sendiri. Yakni sejauh mana individu tersebut melihat situasinya sebagai penuh
stres ditentukan juga oleh faktor-faktor dalam individu yang berfungsi sebagai
faktor pengubah- sense of control.
Selain itu, sebagian orang ternyata ada
yang memang secara kepribadian memiliki kerentanan mengalami stres. Karena tipe
kepribadian tertentu juga akan memiliki cara coping stres yang tertentu
pula, sehingga akan memunculkan respon yang khas pula pada situasi stressor
tertentu.
Secara ringkas tipe-tipe kepribadian dan
kecenderungannya mengalami stres disajikan dalam tabel 1.
Cenderung mengalami stres
|
Cenderung sulit stres
|
Kepribadian Introvert
|
Kepribadian Ekstrovert
|
Flexible (lebih terbuka terhadap pengaruh dari orang lain, shg mudah
overload)
|
Rigid
|
Memiliki aktifitas berlebihan (overactivity),
agresif, rasa bermusuhan
|
Santai, agresifitas rendah
|
Eksternal locus of control
|
Internal
locus of control
|
Kepribadian Tipe A: ambisius, pesaing,
agresif, bergelut dengan waktu.
|
Kepribadian Tipe B: easy going dan
santai
|
Tabel 1. Tipe kepribadian dan
kecenderungannya mengalami stres
CIRI-CIRI ORANG YANG DISTRESS
Menurut Everly dan Girdano (1980), akan mempunyai dampak pada suasana
hati (mood), otot kerangka (musculoskeletal), dan organ dalam (visceral),
al:
1.
Tanda-tanda pada mood:
- Cemas
- Merasa tidak pasti
- Somnabulisme
- Mudah bingung dan lupa
- Uncomfortable dan gelisah
- Gugup (nervous)
2.
Tanda-tanda pada musculoskeletal:
- Jari-jari dan tangan gemetar\
- Tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat
- Mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja)
- Kepala mulai sakit
- Merasa otot tegang atau kaku
- Bicara gagap
- Leher kaku
3.
Tanda-tanda pada visceral:
- Merasa jantung berdebar
- Banyak keringat
- Tangan berkeringat
- Merasa kepala ringan atau akan pingsan
- Mengalami kedinginan (cool chills)
- Wajah menjadi “panas”
- Wajah menjadi kering
- Mendengar bunyi berdering di telinga
- Mengalami rasa akan tenggelam dalam perut (sinking feeling)
PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES
1.
Sistem
Muskuloskeletal
Stres menjadikan otot-otot di dalam tubuh menegang ketika tubuh
bersiap-siap melakukan aksi atau bereaksi yang entah ancamannya nyata maupun
baru diperkirakan. Otot merespon stres sebagai suatu ancaman sehingga timbul
mekanisme-mekanisme adaptasi otot terhadap stresor yang muncul (Dadang Hawari,
2008). Otot-otot yang secara kronis menegang akan berkontraksi dan mengerut.
Penegangan yang diakibatkan stres berdampak pada penyempitan pembuluh darah
nadi, gangguan pada aliran darah ke daerah-daerah tertentu di kepala dan
penurunan jumlah darah yang mengalir ke daerah tersebut. Jika suatu jaringan
mengalami kekurangan darah hal ini akan langsung berakibat pada rasa sakit,
sebab suatu jaringan yang di satu sisi mengalami penegangan mungkin
sedang membutuhkan darah dalam jumlah banyak dan di sisi lain jumlah
pasokan darah yang kurang akan merangsang ujung-ujung saraf penerima rasa
sakit. Di saat yang sama zat-zat seperti adrenalin dan norepinefrin, yang
mempengaruhi sistem saraf selama stres berlangsung, juga dikeluarkan. Hal ini
secara langsung atau tidak langsung meningkatkan dan mempercepat penegangan
otot. Ketika ini terjadi, otot-otot menarik ligamen (jaringan ikat), tendon,
dan urat sendi yang kemudian menyebabkan sakit kepala, pungung, leher, tulang
belikat dan lutut (Losyk, 2007).
2.
Sistem Pernapasan
Ketika kita bernapas di bawah kondisi tenang yang normal, napas
kita mengikuti sebuah mekanisme yang teratur. Asma paling sering dipacu oleh
karena adanya alergi tertentu. Meskipun demikian, asma juga dapat disebabkan oleh
pemicu non-alergis, seperti stres, rasa takut, kelelahan, dan kecemasan (Losyk,
2007). Situasi stres tingkat tinggilah, dalam banyak kasus, yang mendahului
timbulnya serangan asma. Dalam sebuah serangan asma, otot-otot dada mulai
menegang, napas semakin memburu, dan pada waktu yang bersamaan, napas semakin
pendek. Dalam kasus-kasus yang lebih ekstrim, stres bisa mengencangkan
pipa-pipa saluran pernapasan dan mempersempit jalan napas mulai dari hidung
hingga tenggorokan, dan otot-otot rongga dada menjadi tidak atau kurang elastis
(Dadang Hawari, 2008). Alveolus menegang, memutus aliran oksigen. Lapisan dalam
dari pipa pernapasan membengkak dan menjadi merah karena adanya proses
inflamasi. Bagian ini bisa terisi penuh dengan lendir atau mukus, menimbulkan
suara sengal-sengal yang khas pada penderita asma. Perubahan-perubahan ini
membuat bernapas jadi sulit karena energi ekstra yang dibutuhkan untuk menarik
napas. Tiap tarikan napas hanya menangkap sedikit udara, menimbulkan stres di
seluruh tubuh.
3.
Sistem
Gastrointestinal
Ulserasi lambung, biasanya dinyatakan sebagai luka non-penetrasi
yang menyebabkan erosi pada lapisan mukosa lambung. Kondisi ini karena dianggap
sebagai refleksi dari proses mendasar psikobiologikal umum yang diaktifkan oleh
stres. Daerah ulserasi ditemukan di kedua rumen dan daerah kelenjar di sekitar
lambung. Ada dua hal yang dapat menjadi penyebab ulserasi. Yang pertama muncul
sebagai hasil dari prosedur kekurangan makanan, sedangkan yang kedua karena
sensitif terhadap faktor psikologis (stres). Daerah yang mengalami
ulserasi biasanya mengalami perdarahan erosi dari mukosa lambung yang
dangkal di sepanjang lipatan lambung. Pajanan yang lama terhadap stresor dapat
menyebabkan ulserasi besar.
Ulser terjadi diakibatkan oleh sekresi asam pepsin lambung yang
berlebihan karena adanya rangsangan autonomic nerve system (ANS) dari
hipothalamus yang menyebabkann produksi asam pepsin. Corticotropin Releasing
Hormone (CRH) bekerja melalui jalur simpatis untuk memicu sekresi asam lambung
dan pada saat yang sama menstimulasi produksi bikarbonat dan memicu penurunan
kontraksi lambung. Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) bertindak sebagai agen
ulcerogenic ampuh dan dirangsang oleh dingin. TRH memicu sekresi asam lambung
dan memperlambat kontraksi lambung yang terkait dengan pengembangan ulserasi
yang dipicu oleh stres menahan dingin.
4.
Kulit
Stres juga dapat mengarah kepada perubahan dermatologi. Ketika
seseorang stres, produksi hormon kortisol meningkat. Hormon ini meningkatkan
produksi minyak yang berlebihan dari dalam tubuh dan akibatnya, jerawat muncul.
Sebuah penelitian yang dicatat di Archives of Dermatology, Psychological
Stres Perturbs Epidermal Permeability Barrier Homeostasis, mengungkapkan
bahwa stres memiliki efek negatif sehingga kulit tidak dapat berfungsi normal.
Salah satu akibatnya adalah munculnya jerawat bahkan pada orang yang tidak
memiliki masalah jerawat sekalipun.
Stres juga dapat meningkatkan perilaku menggaruk seperti pada
penyakit pruritus atau gatal- gatal, yang pada gilirannya dapat memicu siklus
gatal-gores dan, dalam beberapa kasus, menyebabkan kondisi kulit, seperti
dermatitis atopik. Pruritus lebih lanjut dapat menjadi sumber stres yang
signifikan untuk pasien. Stres akibat garukan dan gatal dapat menyebabkan
perkembangan kondisi seperti chronicus simpleks lichen, di mana lapisan
superfisial kulit menebal sebagai akibat dari menggaruk berulang.
5.
Sistem
Kardiovaskular
Telah lama diketahui bahwa stres termasuk etiologi dari penyakit
jantung koroner. Stres ini bias emosional dengan pekerjaan, sosial, kultural, herediter,
dan stresor fisik. Berbagai teori pathogenesis penyakit jantung koroner
berasal dari studi yang mencari hubungan antara diet tinggi lemak, situasi
kehidupan penuh stres, dan perkembangan penyakit.
Orang dengan hiperkolesterolemia mempunyai risiko lebih tinggi
menderita penyakit jantung aterosklerotik daripada orang dengan kadar normal.
Sebaliknya, hasil studi menunjang adanya sifat protektif dari lipoprotein
tertentu disebut high density lipoprotein (HDL), yang ternyata
dapat menghambat atau mencegah perkembangan aterosklerosis. Kadar HDL serum
wanita lebih tinggi dari kadar pada pria, sesuai dengan hasil studi yang
menunjukan bahwa estrogen berfungsi menaikan HDL, sementara androgen cenderung
menurunkan HDL. Selama stres, kadar kolesterol serum meningkat.
Ada penelitian yang menunjukkan hubungan antara stres menahun
dengan tekanan darah. Stres meningkatkan tekanan darah, yang pada gilirannya
melemahkan dan merusak pelapis pembuluh darah, menyediakan tempat bagi mengendapnya
lipid sehingga terbentuk plak kolesterol. Akhirnya lumen menyempit,
tahanan perifer meningkat, dan tekanan darah naik, ventrikel kiri menebal
(hipertrofi), yang memerlukan lebih banyak oksigen. Ada korelasi bermakna
antara penyakit hipertensi dengan penyakit jantung koroner.
Peningkatan insidens penyakit jantung koroner sehubungan dengan
pola hidup kini, banyak diteliti. Pola kepribadian, di mana otang itu merasa
tidak dapat mengendalikan keadaan lingkungan kerja atau sosialnya, tidak dapat
rileks berhubungan erat dengan hipertensi dan serangan jantung, seperti
persaingan di tempat kerja, kerja harus terburu-buru dan cepat, tidak ada waktu
istirahat dan lain-lain. Pola kepribadian ini memberikan risiko paling besar
untuk terjadinya penyakit arteri koroner simtomatik meskipun factor risiko lain
dipertimbangkan.
MENGELOLA STRES
Hal ini bertujuan untuk mencegah berkembangnya stres jangka pendek
menjadi stres jangka panjang. Reaksi yang dikenal selama ini dalam menghadapi
stres ialah: Flight or Fight, yakni “melarikan diri” baik secara
fisik (ex: mengundurkan diri dari perusahaan) maupun psikis (berkhayal,
alkoholik, repress, narkoba) atau “melawan stres”.
Menurut pandangan interaktif (stres akibat faktor di lingkungan dan
dari individu), dapat diusahakan beberapa langkah untuk mengelola stres, antara
lain:
a.
Mengubah
faktor-faktor di lingkungan agar tidak menjadi pembangkit stres. Semisal
mengganti penataan ruangan, bagi yang stres karena macet bisa mengganti sarana
transportasinya, dan sebagainya. dan
b.
Mengubah
faktor-faktor dalam individu agar:
- Ambang stres meningkat, tidak cepat merasakan situasi yang dihadapi sebagai penuh stres;
- Toleransi terhadap stres meningkat, dapat lebih lama bertahan dalam situasi penuh stres, mempertahankan kesehatan akibat stres.
Dalam mengubah faktor individu ini bisa
dilakukan dengan beberapa teknik:
- Kerekayasaan kepribadian; yakni dengan meningkatkan sense of control seseorang. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan kepercayaan diri individu dan mengubah persepsinya tentang stressor.
- Teknik penenangan pikiran; yakni dengan melakukan penenangan pikiran bisa dengan yoga, meditasi, dan melakukan program relaksasi-relaksasi yang lain.
- Teknik penenangan melalui aktifitas fisik; tujuan dilakukannya aktifitas fisik ini adalah 1) untuk menghamburkan hasil-hasil stres yang diproduksi oleh ketakutan dan ancaman yang mengubah sistem hormon kita ke dalam sikap mempertahankan. 2) menurunkan reaktifitas kita terhadap stres di masa mendatang dengan mengondisikan relaksasi. Bisa dengan berenang, bersepeda, lari, menari, atau olahraga lain selama kurang lebih satu jam.
Victor Dante mengatakan dalam Rita Watson (1989), “But any form
of exercise or relaxation that releases muscular tension is healthful…. The
best techniques are sex, messages, hot baths, exercise and creativity”.
* * *
DAFTAR
PUSTAKA
http://dummiesboy.wordpress.com/2012/01/13/penyakit-yang-berhubungan-dengan-stres/. Dikunjungi tanggal 15 Desember 2012.
http://www.bee-health.com/m/articles/view/90-Penyakit-Disebabkan-Oleh-Stres. Dikunjungi tanggal 15 Desember 2012.
Jewell & Siegall.
1990. Psikologi Industri/Organisasi Modern. E/2. Terjemahan oleh:
A. Hadyana Pudjaatmaka, Meitasari. 1998. Jakarta: Arcan.
Durant, V. Mark & Barlow, D.H. 2006. Intisari
Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi.
Jakarta: UI Press